Selasa, 26 Oktober 2010

Tips Cara Memasang Gas Elpiji yang Baik dan Benar

TIPS MEMASANG GAS YANG BAIK DAN BENAR

Untuk para ibu-ibu rumah tangga tidak usah takut lagi menggunakan gas elpiji. Karena dengan kita menggunakan gas elpiji kita telah membantu pemerintah dan juga dengan menggunakan gas elpiji jauh lebih hemat dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah. Banyak sekali keuntungan yang kita dapatkan dengan menggunakan gas elpiji contohnya :

1. Masakan lebih cepat matang jadi waktu tidak terbuang secara Cuma-Cuma.

2. Peralatan rumah tangga seperti panci dan wajan tidak gosong.

3. Dengan menggunakan gas elpiji kita dapat menghemat uang belanja kita.

4. Gas elpiji ramah lingkungan.

5. Dan masih banyak lagi keuntungan – keuntungan yang kita dapatkan dengan menggunakan gas elpiji.

Berikut tips cara memasang gas elpiji yang baik dan benar sebagai berikut :

· Hal yang pertama kita harus cek keadaan tabung, apakah ada kebocoran di pentil gas ataupun di badan tabung itu sendiri.

· Setelah kita cek tabung dalam keadaan aman dan tidak ada kebocoran lalu kita cek keadaan selang regulatornya. Pastikan selang regulator dalam keadaan baik sebelum kita memasang gas. Sebenarnya ledakan gas elipiji yang sering terjadi saat ini bukan berasal dari tabung gasnya tetapi dari selang regulator yang bocor atau pun pada saat pemasangan yang tidak benar.

· Kemudian setelah tabung dan selang regulator dalam keadaan baik semua, kita langsung memasang gasnya.

· Setelah gas terpasang cek kembali apakah ada kebocoran di kepala regulatornya, seringkali ditemukan kepala regulator tidak cocok dengan pentil gas. Bila hal ini terjadi anda tidak usah panik, anda tinggal mengganti klep yang ada di dalam pentil gas dengan klep yang lain.

Itulah cara memasang gas yang baik dan benar. Jadi buat para ibu-ibu tidak usah takut lagi menggunakan gas elpiji. Karena banyak sekali keuntungan yang kita dapatkan.

Sumber : Dinno gas

Minggu, 24 Oktober 2010

Ilmu Teknologi dan Pengetahuan Lingkungan

v KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN

Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi dimana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi, seperti modal, mesin mesin (capital), tenaga kerja (labor dan human resources), dan bahan baku (natural resources). Dalam hal penyediaan bahan baku dan proses produksi kegiatan pembangunan dapat membawa dampak kepada lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya, yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan pembangunan. Dalam memperhatikan keberlanjutan pembangunan yang tidak hanya memperhatikan kepentingan saat ini tapi juga memperhatikan kepentingan masa mendatang, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa mendatang. Didalamnya terdapat dua gagasan penting Tujuan yang harus dicapai untuk keberlanjutan pembangunan adalah : keberlanjutan ekologis, keberlanjutan ekonomi, keberlajutan sosial budaya dan politik, keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Sedangkan pembangunan keberlanjutan mempunyai prinsip prinsip dasar dan prinsip dasar tersebut dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan dapat diringkas menjadi 4 (empat), yaitu: pemerataan, partisipasi, keanekaragaman (diversity), integrasi dan perspektif jangka panjang.

Pembangunan berkelanjutan memastikan bahwa generasi yang akan dating memiliki kesempatan ekonomi yang sama dalam mencapai kesejahteraannya, sepertihalnya generasi sekarang. Untuk dapat melaksanakan pembangunan berkelanjutan diperlukan cara mengelola dan memperbaiki portofolio asset ekonomi, sehingga nilai agregatnya tidak berkurang dengan berjalannya waktu. Portofolio asset ekonomi tersebut adalah capital alami (Kn), capital fisik (Kp) dan capital manusia (Kh), secara sistematis pembangunan berkelanjutan dapat dijabarkan dalam gambar berikut: Dalam paradigma ekonomi, pembangunan berkelanjutan dapat diterjemahkan sebagai pemeliharaan kapital. Ada empat variasi kebijakan mengenai pembangunan berkelanjutan :

  1. Kesinambungan yang sangat lemah (very weak sustainabillity) atau “Hartwick-Solow sustainability” yang hanya mensyaratkan kapital dasar total yang harus dipelihara. Kesinambungan ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa tingkat/ laju konsumsi berada di bawah Hicksian income, dimana Hicksian income ini didefinisikan sebagai tingkat konsumsi maksimum yang dapat membangun kondisi masyarakat yang lebih sejahtera di akhir periode pembangunan dibandingkan dengan kondisi awalnya. Diasumsikan natural capital dapat disubsitusi dengan kapital buatan manusia (man-made capital) tanpa batas. Dengan kata lain, deplesi sumberdaya alam tidak diperhitungkan dalam penilaian kegiatan ekonomi (Harnett, 1998)
  2. Kesinambungan yang lemah (weak sustainability), mensyaratkan pemeliharaan kapital total, dengan kendala bahwa modal alami yang penting (critical natural capital) harus dilestarikan. Misalnya : bila sumberdaya air dan keragaman spesies merupakan hal yang penting bagi stabilitas ekosistem, sumberdaya tersebut tidak dapat dikorbankan bagi alasan-alasan pertumbuhan ekonomi.
  3. Kesinambungan yang kuat (strong sustainability) mensyaratkan bahwa tidak ada substitusi bagi modal alami (natural capital), karena natural capital ini memperkuat kesejahteraan manusia dan degradasi natural capital tersebut dapat dikembalikan kondisinya ke kondisi awal. Kesinambungan yang kuat mensyaratkan pemeliharaan kapital total, dengan kendala bahwa agregrat kapital total harus dilestarikan.
  4. Kesinambungan yang sangat kuat (very strong sustainability) mensyaratkan bahwa kesinambungan sistem ekologi adalah esensi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan yang bergantung pada sumberdaya (resource-dependent “development”) diperbolehkan, namun demikian, pertumbuhan yang bergantung pada sumberdaya (resources-dependent “growth”) tidak dapat dibenarkan. Interpretasi ini mensyaratkan pemisahan setiap komponen dari natural capital. Pada kenyataannya, very strong sustainability lebih merupakan sistem daripada suatu konsep ekonomi.

Pada pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan, terdapat 3 (tiga) pilar tujuan (Daniel M, 2003), yaitu : pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan, stabilitas dan efisiensi. Pada pilar kedua pembangunan sosial yang bertujuan pengentasan kemiskinan, pengakuan jati diri dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pilar kedua pembangunan lingkungan yang berorientasi pada perbaikan lingkungan lokal seperti sanitasi lingkungan, industri yang lebih bersih dan rendah emisi, dan kelestarian sumberdaya alam.

v MUTU LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RESIKO

Manusia hidup di bumi tidaklah sendirian, melainkan bersama mahkluk lain yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Mahkluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat pada mereka. Tanpa mereka manusia tidaklah dapat hidup. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan mengandaikan di bumi ini tidak ada hewan dan tumbuhan. Dari manakah kita mendapat oksigen dan makanan? Sebaliknya seandainya tidak ada manusia, tumbuhan, hewan dan jasad renik akan dapat melangsungkan kehidupannya seperti terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia. Karena itu anggapan bahwa manusia adalah mahkluk yang paling berkuasa sebenarnya tidak benar.
Seharusnya kita menyadari bahwa kitalah yang membutuhkan mahkluk hidup yang lain untuk kelangsungan hidup kita dan bukannya mereka yang membutuhkan kita untuk kelangsungan hidup mereka.

Secara umum di masyarakat sering disebut istilah “lingkungan hidup” cukup dengan “lingkungan saja”. Anda tentu bertanya apa sih yang dimaksud dengan lingkungan hidup?
Lingkungan hidup adalah suatu sistem komplek yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme.


Lingkungan hidup itu terdiri dari dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik :

a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya, matahari dansebagainya.
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.

Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme.


Pengertian tentang mutu lingkungan sangatlah penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Perbincangan tentang lingkungan pada dasarnya adalah perbincangan tentang mutu lingkungan. Namun dalam perbincangan itu apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan tidak jelas. Mutu lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan misalnya pencemaran, erosi, dan banjir. Apa yang dimaksud dengan kualitas lingkungan?
Secara sederhana kualitas lingkungan hidup diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu dicirikan antara lain dari suasana yang membuat orang betah/kerasan tinggal ditempatnya sendiri. Berbagai keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasar/fisik seperti makan minum, perumahan sampai kebutuhan rohani/spiritual seperti pendidikan, rasa aman, ibadah dan sebagainya.
Kualitas lingkungan hidup dibedakan berdasarkan biofisik, sosial ekonomi, dan budaya yaitu :


a. Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia, sedangkan komponen abiotik terdiri dari benda-benda mati seperti tanah, air, udara, cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen berlangsung seimbang.


b. Lingkungan sosial ekonomi, adalah lingkungan manusia dalam hubungan dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Standar kualitas lingkungan sosial ekonomi dikatakan baik jika kehidupan manusia cukup sandang, pangan, papan, pendidikan dan kebutuhan lainnya.


c. Lingkungan budaya adalah segala kondisi, baik berupa materi (benda) maupun nonmateri yang dihasilkan oleh manusia melalui aktifitas dan kreatifitasnya. Lingkungan budaya dapat berupa bangunan, peralatan, pakaian, senjata. Dan juga termasuk non materi seperti tata nilai, norma, adat istiadat, kesenian, sistem politik dan sebagainya. Standar kualitas lingkungan diartikan baik jika di lingkungan tersebut dapat memberikan rasa aman, sejahtera bagi semua anggota masyarakatnya dalam menjalankan dan mengembangkan sistem budayanya.
Keterbatasan Ekologis Dalam Pembangunan dan Upaya Pelestariannya
Pengertian Ekologi

Orang yang pertama kali memperkenalkan istilah ekologi adalah Earns Haeckel (1834 – 1919) pada tahun 1860. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oikos” yang berarti rumah dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah ekologi adalah ilmu tentang mahkluk hidup dalam rumahnya, atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga mahkluk hidup.
Menurut Miller (1975), ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Odum (1971) ekologi adalah suatu studi yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem. Struktur di sini menunjukan suatu keadaan atau susunan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan itu termasuk kepadatan/kerapatan, biomas, penyebaran potensi unsur-unsur hara (materi), energi, faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang mencirikan keadaan sistem tersebut yang kadang-kadang mengalami perubahan. Sedangkan fungsinya menggambarkan peran setiap komponen yang ada dalam sistem ekologi atau ekosistem. Jadi pokok utama ekologi adalah mencari pengertian bagaimana fungsi organisme di alam.


Ekologi berkaitan dengan berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan kehidupan (peradaban) manusia, seorang yang belajar ekologi sebenarnya bertanya tentang berbagai hal berikut :

a. Bagaimana alam bekerja?


b. Bagaimana suatu spesies beradaptasi dalam habitatnya?

c. Apa yang mereka perlukan dari habitatnya itu untuk dapat dimanfaatkan guna melangsungkan kehidupan?
d. Bagaimana mereka mencukupi kebutuhannya akan unsur hara (materi) dan energi ?
e. Bagaimana mereka berinteraksi dengan spesies lainnya?


f. Bagaimana individu-individu dalam spesies itu diatur dan berfungsi sebagai populasi, bagaimana keindahan ekosistem tercipta?



Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme.

v KESADARAN LINGKUNGAN

Paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mendudukkan Sumberdaya Alam (natural resources) pada ordinat yang harus dijaga kelestariannya secara dinamis karena menyangkut fungsinya yang vital sebagai modal pembangunan (capital development) dan pilar utama dalam menopang sistem kehidupan. Sumberdaya alam meliputi hutan, perairan, dan pertambangan serta segala yang terkandung didalamnya merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia yang dalam pemanfaatannya harus bijak dan tanpa mengurangi prospek generasi-generasi mendatang. Oleh karena itu, manusia sebagai mahluk yang terlibat, menjadi subjek sekaligus objek dalam setiap tahapan pembangunan, mengambil manfaat, merencanakan dan menciptakan diri secara aktif dalam pelestarian sumberdaya alam.


Pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture development) menurut Technical Advisory Committee of the CGIAR (TAC/ CGIAR, 1988) adalah pengelolaaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan pertanian. Olehnya, daya dukungan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) berupa materi plasma nutfah tanaman (germplasm) menjadi sangat vital dalam menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan.



Bentang alam Indonesia notabene memiliki geografi dan kondisi ekologi yang bervariasi, menjadi penyebab tingginya tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang secara simetris menyimpan manfaat besar. Keanekaragaman hayati berupa kekayaan sumberdaya genetik (SDG) khususnya plasma nutfah tanaman, membuka peluang bagi upaya mencari dan memanfaatkan materi-materi genetik untuk dimuliakan (plant breeding). Materi genetik sangat berguna bagi upaya perbaikan sifat tanaman sehingga aspek ketersediaannya, keamanannya (safety), dan keanekaragamannya merupakan modal dasar dalam pengembangan pertanian maupun industri pertanian. Oleh karena itu, pengkajian, penelitian (research), dan pendayagunaan serta pelestarian plasma nutfah harus tetap terlaksana secara berkesinambungan.

Pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati khususnya SDG plasma nutfah tanaman juga berkaitan erat dengan predikat Indonesia sebagai Negara “megabiodiversity” terbesar kedua di dunia baik jenis, genetik, maupun ekosistem tanaman-tanaman potensial. Indonesia dihuni 25.000 species tanaman berbunga (10% dari jumlah tanaman berbunga di dunia). Selain itu, Indonesia juga menjadi pusat keanekaragaman jenis palem terbesar di dunia serta lebih dari 400 species pohon dipterocarpeceae yang merupakan pohon penghasil kayu komersil paling bernilai di Asia Tenggara. Dalam segi pendayagunaan, 1500 spesies tanaman tingkat tinggi dan 500 spesies sayuran, hanya sekitar 10% yang termanfaatkan. Dari 95% nutrisi yang dibutuhkan, baru 30 jenis yang berasal dari tanaman tingkat tinggi. Dari 30 jenis tanaman tingkat tinggi, baru 8 jenis yang dimanfaatkan sebagai sumber energi manusia, dan dari 8 jenis tanaman tadi baru 3 jenis yang menjadi bahan pangan yaitu gandum, beras, dan jagung yang memenuhi sekitar 75% kebutuhan serealia bagi manusia. Selain itu, pelestarian plasma nutfah tanaman potensial Indonesia berkaitan langsung dengan kebutuhan pangan yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup dan pola komsumsi, perkembangan kebijakan pertanian, serta berbagai hal yang dihadapi dunia abad ini meliputi masalah air, lahan, dan energi.

Arus globalisasi, modernisme, dan perkembangan teknologi menghempas seluruh lokus kehidupan manusia dan membawa dampak besar tidak hanya pada aspek kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik namun merambah secara sistemik keseluruh aspek kehidupan lain seperti aspek budaya, lingkungan, hingga aspek psikologis. Pakem yang tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi dan tingginya intentitas kegiatan manusia dimuka bumi telah menimbulkan banyak dampak destruktif terhadap jejaring kehidupan, yang paling mencemaskan adalah ketidakseimbangan ekosistem yang bermuara pada berbagai malapetaka alam berupa bencana bagi manusia dan kerusakan lingkungan itu sendiri.

Eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam tanpa upaya reklamasi mengakibatkan hilangnya ribuan spesies (extinct) dimuka bumi. IUCN (The World Conservation Union) atau Lembaga Jaringan Informasi Pekerja Lingkungan –terdiri dari sekitar 10.000 ilmuwan diseluruh dunia– dalam Red List mengingatkan bahwa 15.589 spesies binatang dan tumbuhan terancam punah. Sejauh ini sudah ada 844 kepunahan sejak tahun 1500, 129 catatan mengenai kepunahan spesies burung, 103 diantaranya terjadi sejak tahun 1800. Selain itu, laju kepunahan telah mencapai angka 100 hingga 1.000 kali dari laju kepunahan alami. Spesies hewan yang terancam punah meningkat dari angka 5.204 jenis menjadi 7.266 jenis sejak tahun 1996. Sedangkan untuk jenis tumbuhan dan lumut, ada 8.323 jenis yang nyaris punah dari angka sekitar 3.000 jenis sebelumnya. (Kompas, 2004).

Di Indonesia, dari 6978 spesies tanaman endemik, 174 spesies diantaranya terancam punah. Laju deforestasi yang pesat (dari 1,6 juta ha dekade 1985–1997 menjadi 2,1 juta ha pada dekade 1997–2001) melalui tingginya alih fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman, perindustrian, perkebunan dan pertambangan, pembalakan hutan (illegal logging), dan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat menyebabkan jutaan plasma nutfah musnah.

Intensifnya sistem pertanian modern (High External Input Agriculture) dengan input varietas-varietas tanaman baru tidak diimbangi dengan upaya mempertahankan penggunaan varietas-varietas lokal (land race), dan tingginya aktifitas pengambilan serta pertukaran (introduksi) materi plasma nutfah secara ilegal menyebabkan laju erosi genetik kian tak terkendali. Celakanya lagi, pembangunan kawasan perkotaan kurang memperhatikan aspek lingkungan sehingga dalam kerangka sistemik, situasi tersebut menjadi penyebab perubahan iklim (climate change), pemanasan global (global warming), hilangnya habitat, kelangkaan air bersih, polusi, banjir, hingga ancaman kelaparan yang kini menjadi masalah krusial.

Keprihatinan masyarakat dunia terhadap kemerosotan (degradasi) dan deplesi lingkungan hidup khususnya mengenai erosi genetik telah menjadi topik penting sejak tahun 1980 hingga saat ini. Perkembangan tersebut dapat dilihat sejak Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (The UN Convention on Biological Diversity), KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro Brazil tahun 1992 hingga kontroversi pengembangan bioteknologi (baca: rekayasa genetik) tahun 1995 sampai tahun 2000 yang mencetuskan Protokol Kartagena (The Cartagena Protocol on Biosafety) mengenai Keamanan Hayati.

Alam secara hakiki adalah representasi (simulacrum) manusia, harus diperlakukan secara manusiawi pula. Menurut (Keraf, 2001), ada 9 prinsip “Etika Lingkungan” dalam pembangunan: i) Hormat terhadap alam (respect for nature), ii) Bertanggungjawab kepada alam (responsibility for nature), iii) Solidaritas kosmis (cosmic solidarity), iv) Peduli kepada alam (carrying for nature), v) Tidak merugikan (no harm), vi) Hidup selaras dengan alam (living harmony with nature), vii) Keadilan, viii) Demokrasi dan ix) Integritas moral.

Peningkatan kualitas dan kuantitas hidup untuk mencapai yang lebih baik (life good) adalah cita-cita dari setiap individu maupun masyarakat. Olehnya, berbagai ikhtiar untuk mencapai hal tersebut harus diformulasi secara holistik dan komprehensif agar perubahan yang dilakukan tidak hanya pada tataran instrumental saja, melainkan mengakar dari tataran nilai (paradigm) sehingga manusia mampu terbebas dari berbagai ambivalensi yang terjadi selama ini. Sekarang saatnya merenungkan sejenak dan melihat secara jernih persoalan-persoalan lingkungan hidup. Bagaimana masa depan generasi mendatang bilamana bumi tak bisa dirawat oleh generasi sekarang?


Perubahan paradigma perlu komitmen dalam implementasinya. Resolusi terhadap berbagai persoalan lingkungan hidup khususnya pelestarian SDG harus dilakukan oleh semua kalangan tanpa terkecuali karena persoalan lingkungan hidup adalah persoalan universal. Perhatian serius oleh seluruh stakeholder adalah hal yang utama, penegakan hukum (law enforcement) oleh pemerintah, kongkritisasi pembangunan berkelanjutan diberbagai sektor, pembangunan SDM berwawasan lingkungan melalui peningkatan kapasitas, kesadaran dan etika lingkungan hingga upaya pelestarian SDG melalui kegiatan eksplorasi dan konservasi oleh berbagai kalangan. Jika upaya pelestarian lingkungan hidup merujuk pada pembangunan manusia, maka yang harus dilakukan secara bertahap adalah peningkatan kesadaran, etika dan pembangunan kapasitas SDM berwawasan lingkungan.

v HUBUNGAN LINGKUNGAN DENGAN PEMBANGUNAN

Sebagai salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar biasa, patutlah kalau Indonesia dikatakan sebagai negara mega biodiversity kedua setelah Brazil. Dengan luas daratan sebesar “hanya” 1,5% dari seluruh luas permukaan Bumi ini,Indonesia merupakan tempat yang menyumbangkan lebih dari 10% tumbuh-tumbuhan didunia, lebih dari 10.000 spesies pohon tegak di dunia, dan sekitar 25.000 sampai 30.000spesies tumbuhan berbunga.

Indonesia memang benar-benar satu negara mega biodiversity yang luar biasa dan tentunya perlu disyukuri. Namun pada saat yang sama perlu diingat dan terus dikumandangkan dengan lantang bahwa telah terjadi berbagai kerusakan dan degradasiyang luar biasa dan mengancam keberlanjutan Indonesia. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat dalam beberapa dekade ini. Seperti dilaporkan oleh Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan, tingkat deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta hektar per tahun. Secara total, luas hutan kita mengalami pengurangan yang sangat signifikan.

Apabila pada tahun 1950, terdapat 162 juta hektar hutan di Indonesia, pada tahuan 1985, hutan kita tinggal 119 juta hektar. Angka ini terus mengalami penyusutan, karena padatahun 2000, hutan Indonesia tinggal 96 juta hektar. Apabila tingkat kehilangan hutan initerus terjadi sebesar 2 juta hektar per tahun, dalam kurun 48 tahun ke depan, seluruhwilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul dan panas.

Pembangunan Berkelanjutan dan Kearifan Lingkungan

Sebenarnya apakah akar penyebab krisis lingkungan hidup di Indonesia? Telah diketahui,ideologi pembangunan yang materialistik selama ini telah mendorong proses pembangunan yang luar biasa. Capaian pembangunan materialistik juga harus diakuimembawa banyak manfaat. Namun, perlu diakui pula capaian pembangunan ini belum membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Bahkan cenderung terjadi gap yang dalam dan lebar antara mereka yang over consumption dan mereka yang underconsumption. Dari perspektif ini, menjadi penting kemudian melihat kembali etika dan kearifan lingkungan sebagai dasar dari proses pembangunan.

Ada dua pandangan ekstrem etika lingkungan yang dapat dipertentangkan. Pertama, biasa dikenal dengan pandangan anthropocentris yang menekankan bahwa manusia sebagai subjek utama dunia dan harus mendapat prioritas dalam pemanfaatan lingkungan dan sumber daya. Perspektif ini melihat, proses pembangunan dan implikasi terhadap lingkungan dipandang sebagai satu keniscayaan, sejauh proses tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia. Pandangan ini mewarnai dan menjiwai proses pembangunan yang eksploitatif selama ini. Sering pula digunakan sebagai alat justifikasi setiap keputusan pembangunan yang dilakukan manusia. Dalam banyak kasus, pandangan inijuga dipakai manusia untuk menjustifikasi motif dan tindakan serakahnya. Jelas ini berdampak pada kerusakan lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan sesungguhnya merupakan wacana moral dan kultural. Hal ini disebabkan karena yang menjadi persoalan utama adalah pada bentuk dan arah peradaban seperti apa yang akan dikembangkan manusia di Bumi ini. Kearifan lingkungan lokal, sekaligus plural perlu terus dikembangkan. Tetapi tidak hanya

diposisikan sebagai upaya untuk ”melawan” kecenderungan globalisasi dan westernisasi,melainkan satu ”pilihan”. Dengan kata lain, pengembangkan kearifan lingkungan tidak selalu harus ”dibenturkan” globalisasi/westernisasi, karena dia adalah ”keyakinan” sekaligus ”pilihan-pilihan” sadar tiap kelompok manusia di Bumi untuk mengembangkan peradaban yang plural, sekaligus identitas yang beragam.

v PENCEMARAN dan PERSUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH PROSES PEMBANGUNAN

Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, dimana proses pelaksanaan pembangunan disatu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, akan tetapi tersedianya sumber daya alam terbatas, atas dasar tersebut dimana pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat tersebut, baik generasi sekarang maupun generasi mendatang adalah pembangunan berwawasan lingkungan.Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka sejak awal perencanaan usaha atau kegiatan sudah diperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang ditimbulkan sebagai akibat diselenggarakannya usaha atau kegiatan pembangunan. Atas dasar tersebutlah bahwa perlu pengaturan lebih lanjut mengenai usaha atau kegiatan yang akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Maksud dari analisa mengenai dampak lingkungan kedalam proses perencanaan suatu usaha atau kegiatan tersebut, sehingga dapat diambil keputusan optimal dari berbagai alternative, karena analisis mengenai dampak lingkungan merupakan salah satu alat untuk mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh suatu rencana atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negative dan mengembangkan dampak positif. Mengenai dampak lingkungan hidup dapat disebabkan oleh rencana kegiatan disegala sector seperti :

1. Bidang Pertambangan dan Energi yaitu pertambangan umum, tranmisi, PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU, ekspoitasi, kilangan/pengolahan dan tarnmisi minyak/gas bumi,

2. Bidang Kesehatan yautu : rumah sakit kelas A/setara kelasA atau kelas I dan industri farmasi,

3. Bidang Pekerjaan Umum yaitu :pembangunan Waduk, Irigasi dan kanalilasi, jalan raya/tol, pengolahan sampah, peremajaan kota dan gedung bertingkat/apartemen,

4. Bidang Pertanian yaitu : Usaha tambak udang, sawah, perkebunan dan pertanian,

5. Bidang Parpostel seperti hotel, padang golf, taman rekreasi dan kawasan parawisata,

6. Bidang Tranmigarasi dan Pemukiman Perambahan Hutan,

7. Bidang perindustrian seperti : Industri semen, kertas pupuk kimia/petrokimia, peleburan baja, timah hitam, galangan kapal, pesawat terbang dan industri kayu lapis.

8. Bidang Perhubungan seperti: Pembangunan Jaringan kereta api, Sub Way, pembangunan pelabuhan dan badar udara,

9. Bidang perdagangan,

10. Bidang pertahanan dan keamanan seperti : Pembangunan genung amunisi, pangkalan angkatan laut, pangkalan angkatan udara dan pusat latihan tempur,

11. Bidang pengembangan tenaga nuklir seperti : Pembangunan dan pengopearian reactor nuklir dan nuklir non reactor,

12. Bidang kehutanan yaitu : Pembangunan taman safari, kebun binatang, hak pengusaha hutan, hak pengusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan Pengusaha parawisata alam,

13. Bidang pengendalian bahan berbahaya dan beracun (B-3) dan 14 Bidang kegiatan terpadu/multisektor (wajib AMDAL).

Mengenai akibat pencemaran terhadap lingkungan hidup harus melihat kepada ukuran dampak penting terhadap lingkungan yang perlu disertai dengan dasar pertimbangan yaitu sebagai berikut : terhadap penilaian pentingnya dampak lingkungan berkaitan secara relative dengan besar kecilnya rencana usaha atau kegiatan yang berhasil guna dan daya guna, apabila rencana usaha atau kegiatan tersebut dilaksanakan dengan didasarkan pada dampak usaha atau kegiatan tersebut terhadap salah satu aspek lingkungan atau dapat juga terhadap kesatuan dan atau kaitannya dengan aspek-aspek lingkungan lainnya dalam batas wilayah yang telah ditentukan. Perlu diketahui bahwa dampak terhadap lingkungan atas dasar kemungkinan timbulnya dampak positif atau dampak negative tidak boleh dipandang sebagai factor yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan harus diperhitungkan bobotnya guna dipertimbangkan hubungan timbul baliknya untuk mengambil keputusan. Sedangkan yang menjadi ukuran dampak penting terhadap lingkungan hidup adalah :

a. jumlah manusia

jumlah manusia yang akan terkena dampak tersebut adalah pengertian manusia yang akan terkena dampak mencakup aspek yang sangat luas terhadap usaha atau kegiatan, yang penentuannya didasarkan pada perubahan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan jumlah manusia yang terkena dampaknya tersebut, dimana manusia yang secara langsung terkena dampak lingkungan akan tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan yang telah dilaksanakan,

b.luas wilayah

terhadap luas wilayah persebaran dampak adalah merupakan salah satu factor yang dapat menentukan pentingnya dampak terhadap lingkungan, dimana rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif dampak,

c.lamanya dampak berlangsung dapat berlangsung pada suatu tahap tertentu atau pada berbagai tahap dari kelangsungan uasah atau kegiatan, dengan kata lain akan berlangsung secara singkat yakni hanya pada tahap tertentu siklus usaha atau kegiatan akan tetapi dapat pula berlangsung relative lama yang akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan lingkungan hidup didalam masyarakat/manusia dilingannya yang telah merusak tatanan dan susunan lingkungan hidup disekitarnya,

d.intensitas dampak mengandung pengertian perubahan lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastic serta berlangsung diareal yang luas dalam kurun waktu yang relative singkat, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan yang mendasar pada komponen lingkungan hidup yang berdasarkan pertimbangan ilmiah serta dapat mengakibatkan spesies-spesies yang langka atau endemik terancam punah atau habitat alamnya mengalami kerusakan,

e.komponen lingkungan lain yang terkena dampak, akibat rencana usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak primer,

f.sifat kumulatif dampak adalah pengertian bersifat bertambah, menumpuknya atau bertimbun, akibat kegiatan atau usaha yang pada awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap penting, akan tetapi karena aktivitas tersebut bekerja secara berulang kaliatau terus menerus maka lama kelamaan dampaknya bersifat kumulatif yang mengakibatkan pada kurun waktu tertentu tidak dapat diasimilasikan oleh lingkungan alam atau social dan menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik) akaibat pencemaran dan

g. berbalik dan tidak berbaliknya dampak ada yang bersifat dapat dipulihkan dan terdapat pula yang tidak dapat dipulihkan walaupun dengan upaya manusia untuk memulihkannya kembali, karena perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan yang telah tercemar dengan kadar pencemaran yang sangat tinggi, tidak akan dapat dipulihkan kembali seperti semula.

REFERENSI:

tbidris.wordpress.com

http://indonesiancommunity.multiply.com/journal/item/3344/PENTINGNYA_MEMBANGUN_KESADARAN_LINGKUNGAN

http://gamapermana80.blogspot.com/2009/12/hubungan-lingkungan-dan-pembangunan.html

Senin, 18 Oktober 2010

Kependudukan di Indonesia

Penduduk

Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:

  • Orang yang tinggal di daerah tersebut
  • Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.

Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.

Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu Demografi. Berbagai aspek perilaku menusia dipelajari dalam sosiologi, ekonomi, dan geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonmi, seperti pengecer hingga pelanggan potensial.

Kepadatan Penduduk Indonesia tahun 2010

Indonesia kini sedang mempersiapkan sensus penduduk modern yang keenam yang akan diselenggarakan pada tahun 2010. Sensus-sensus penduduk sebelumnya diselenggarakan pada tahun-tahun 1961, 1971, 1980, 1990 dan 2000.

Menurut Sensus Penduduk 2000, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 205.1 juta jiwa, menempatkan Indonesia sebagai negara ke-empat terbesar setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Sekitar 121 juta atau 60.1 persen di antaranya tinggal di pulau Jawa, pulau yang paling padat penduduknya dengan tingkat kepadatan 103 jiwa per kilometer per segi. Penduduk Indonesia tahun 2010 diperkirakan sekitar 234.2 juta.

Dalam Sensus Penduduk 2010 (SP2010) yang akan datang diperkirakan akan dicacah penduduk yang bertempat tinggal di sekitar 65 juta rumahtangga. Untuk keperluan pencacahan ini akan dipekerjakan sekitar 600 ribu pencacah yang diharapkan berasal dari wilayah setempat sehingga mengenali wilayah kerjanya secara baik. Pencacah dilatih secara intensif selama tiga hari sebelum diterjunkan ke lapangan.

Dalam SP2010 akan diajukan sekitar 40 pertanyaan mengenai: kondisi dan fasilitas perumahan dan bangunan tempat tinggal, karakteristik rumahtangga dan keterangan individu anggota rumahtangga. Format dan isi daftar pertanyaan atau Kuesioner SP2010 disusun dengan mempertimbangkan rekomendasi PBB yang relevan serta dapat diterapkan di lapangan.

Puncak kegiatan SP2010 berupa kegiatan pencacahan penduduk di semua wilayah geografis Indonesia secara serempak selama bulan Mei 2010 (Bulan Sensus). Pada 31 Mei 2010 akan dilakukan pembaharuan hasil pencacahan secara serempak dengan mencatat kejadian kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk yang terjadi selama Bulan Sensus dan menyisir serta mencatat penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap (homeless). Tanggal 31 Mei 2010

merupakan Hari Sensus artinya data SP2010 yang dihasilkan merujuk pada hari sensus tersebut. (dikutip dari : www.bps.go.id)

Data SP2010 diharapkan dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang antara lain mencakup:

1. Memperbaharui data dasar kependudukan sampai ke wilayah unit administrasi terkecil (desa)

2. Mengevaluasi kinerja pencapaian sasaran pembangunan milenium (milenium development goal, mdgs),

3. Menyiapkan basis pengembangan statistik wilayah kecil,

4. Menyiapkan data dasar untuk keperluan proyeksi penduduk setelah tahun 2010,

5. Mengembangkan kerangka sampel untuk keperluan survei-survei selama kurun 2010-2020,

6. Basis pembangunan registrasi penduduk dan pengembangan sistemadministrasi kependudukan.

Problem Kependudukan di DKI Jakarta

JAKARTA (Suara Karya): Pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana menyatakan, operasi yustisi yang digelar Pemprov DKI bukan suatu cara efektif untuk mengendalikan ledakan penduduk. Meski demikian, operasi itu masih perlu dilakukan kalau untuk penegakan hukum serta melaksanakan peraturan daerah (perda) dan peraturan gubernur (pergub).

Menurut Erlangga, Pemprov DKI harus membuat sistem pengendalian penduduk, seperti sistem administrasi kependudukan yang rapi. "Siapapun boleh datang ke Jakarta, yang penting ada pengendalian administrasi kependudukan. Mereka yang datang ke DKI harus punya kemampuan dan skill yang potensial untuk membangun Ibu Kota Negara. Jadi, dengan sistem administrasi kependudukan yang rapi, tak perlu lagi ada operasi yustisi," kata Erlangga menjawab pertanyaan Suara Karya sebelum diskusi publik Satu Tahun Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Wakil Gubernur Prijanto di JMC, Senin (6/10).

Menurut Erlangga, di negara mana pun tidak ada operasi yustisi. Yang ada adalah pengaturan penduduk karena ada penduduk komuter, penduduk pemukim tetap, migrasi, inmogration, outmigration. "Yang mendesak dikendalikan oleh Pemprov DKI adalah penduduk komuter. Di masa mendatang, penduduk komuter akan menjadi persoalan yang berat," ujar Erlangga.

Sementara itu, guna mengantisipasi membengkaknya jumlah penduduk di DKI pasca-Idul Fitri 1429 H, Pemprov DKI akan melaksanakan operasi yustisi kependudukan (OYK) pada 23 dan 30 Oktober 2008 serentak di lima wilayah kota madya. Sebenarnya, setiap bulannya pun akan dilakukan OYK untuk mencegah pendatang ilegal masuk ke Ibu Kota.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi DKI Franky Mangatas Panjaitan mengatakan, jumlah arus mudik hingga H+3 telah mencapai 3,2 juta jiwa dan jumlah arus balik yang terdata hingga H+4 baru mencapai 1,5 juta orang. Franky memprediksikan akan ada penambahan arus balik sekitar 200-250 ribu orang per tahun.

Upaya penertiban para pendatang pasca-Lebaran tahun ini, Dinas Dukcapil akan mengadakan OYK bekerja sama dengan Dinas Tramtib dan Linmas, Dinas Bintalkesos, ketua RT, RW, lurah, camat, pihak kepolisian, dan kejaksaan.

Selama ini telah ada 33 titik lokasi yang menjadi kantong-kantong pendatang baru dan kemungkinan besar akan bertambah. Pertambahan tersebut baru dapat diketahui ketika ada rapat kerja dengan pemerintah kota madya.

Meski demikian, Franky menolak memberitahukan 33 titik yang akan menjadi target OYK. Soalnya, jika diberitahukan, operasi yustisi tidak akan berhasil. "Nanti saja ketika pelaksanaannya akan kami beri tahukan nama-nama daerahnya," ucapnya. Ditambahkannya, pelaksanaan razia kependudukan ini dimulai dari pukul 08.00-15.00 WIB.

Tujuan dilakukan OYK ini tidak lain sebagai kegiatan penegakan hukum sesuai Perda No 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta Perda No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. "Untuk setiap orang yang terjaring operasi ini dan terbukti melanggar perda, akan dikenakan sanksi tiga bulan kurungan penjara atau denda Rp 5 juta," kata Franky. Pelaksanaan OYK dianggarkan dari APBD sebesar Rp 900 juta untuk 10 kali kegiatan di setiap wilayah selama satu tahun. (Yon Parjiyono)

Indonesia dan Problem Kemiskinannya

Pada mulanya adalah kemiskinan! Lalu, pengangguran, kemudian kekerasan dan kejahatan (crime). Martin Luther King (1960) mengingatkan, “you are as strong as the weakest of the people”kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka, untuk menjadi bangsa yang besar, mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah!

Sesungguhnya, kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini. Sekitar seabad sebelum kemerdekaan, pemerintah kolonial Belanda mulai resah atas kemiskinan yang terjadi di Indonesia (Pulau Jawa). Pada saat itu, indikator kemiskinan hanya dilihat dari pertambahan penduduk yang pesat (Soejadmoko, 1980).

Kini, di Indonesia, jerat kemiskinan itu makin akut! Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id). Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi, melainkan kemiskinan kultural dan struktural.

Pertanyaannya, seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia? Jawabannya, mungkin sangat parah. Sebab, kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat jadi sangat multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini.

Hakikat kemiskinan

Meski kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang setua peradaban manusia, tetapi pemahaman kita terhadapnya dan upaya-upaya untuk mengentaskannya belum menunjukan hasil yang menggembirakan. Para pengamat ekonomi pada awalnya melihat masalah kemiskinan sebagai “sesuatu” yang hanya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi. Hari Susanto (2006) mengatakan, umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak, bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan, atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal, hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor, apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik maupun hukum.

Dalam bahasa Latin ada istilah esse (to be/martabat manusia) dan habere (to have/harta atau kepemilikan). Oleh sebagian besar orang, persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata (Koerniatmanto Soetoprawiryo, “Hukum bagi Si Miskin,” Kompas, 28/2/ 2007).

Bapenas (2006) mendefinisikan hak-hak dasar sebagai terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Dampak kemiskinan
Dampak kemisikinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks. Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja, sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis,” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan banyaknya pengangguran, berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat, sehingga akan berdampak langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli, di tengah melemahnya daya beli masyarakat, kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang, tetapi juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan (growth). Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya, banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja, karena tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan, atau dengan kata lain mereka terpaksa di-PHK (Putus Hubungan Kerja).

Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya, maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya merampok, menodong, mencuri, atau menipu (dengan cara mengintimidasi orang lain) di atas kendaraan umum dengan berpura-pura sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi, dan sebagainya.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas, mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan. Bagaimana seorang penarik becak misalnya, yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan, ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher? Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi, sesungguhnya negara sudah melakukan “pemiskinan struktural” terhadap rakyatnya.

Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif/ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Akibatnya, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

Musuh utama bangsa
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang, khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya, karena selama ini pemerintah (tampak limbo) belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran dan kekerasan, selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi (makro) semata. Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik.

Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi nonekonomis atau nonstatistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya “buttom-up intervention” dengan padat karya, atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha (enterpreneur).

Karena itu, situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan (tidak memiliki kesempatan yang sama) dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.

Paradigma pembangunan
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, kuncinya harus ada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar, tetapi juga harus ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat. Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya, keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata, harus ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.

Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah pembentukan sebuah negara, mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya, pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki.

Referensi

http://sosbud.kompasiana.com/2010/07/15/indonesia-dan-problem-kemiskinan/

http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk

Koran Kompas